Thursday, February 16, 2017

Teks Cerita inspirasi Menyentuh Hati Terbaru

Pembelajaran Ikhlas dalam Bekerja Tanpa Pamrih dari
Sosok Seorang Bunda dan Guru Tercinta

Berprofesi sebagai guru tak pernah terlintas di benakku. Sejak awal aku bercita-cita menjadi seorang lowyer yang siap sedia membela kebenaran tanpa pamrih. Atas dasar itulah kupilih fakultas hukum saat melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi. Hari demi hari kujalani dengan belajar dengan tekun, alhasil cita-citaku mempersembahkan Indeks Prestasi (IP) yang tinggi dapat kugapai. Semester I IP yang kucapai 3,70 dan alhamdulillah semester 2 mencapai 4,00. Rona kebahagiaan terpancar  pada wajah ayah dan bunda, saat kartu nilai kupersembahkan kepadanya. Hematku, ini adalah salah satu wujud baktiku sebagai seorang anak.
Ketika madu tumpah di lautan, ketika aku telah bersusah payah berjuang meraih impianku menjadi sarjana hukum. Ketika kami sangat membutuhkan sosok seorang ayah, ketika kami sangat membutuhkan biaya pendidikan, Allah menguji keimanan dan ketabahan keluarga besar. Sang Khalik memanggil ayah tepat pada hari Kamis, 25 Mei 1995.  Aku sebagai anak sulung sangat terpukul dengan keadaan ini. Di pikiranku terlintas bagaimana dengan pendidikan aku dan adik-adik karena bunda hanyalah seorang ibu rumah tangga biasa. Ternyata sesuatu yang kukhawatirkan betul-betul melanda diriku. Impianku menjadi seorang praktisi hukum kandas di tengah jalan, pada hal aku telah mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN), sementara itu adikku lulus pada Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin. Bunda bingung memutuskan mana yang harus mengalah di antara kami. Akhirnya dengan berat hati aku pun mengalah.  Hati sangat sedih. Tangisku pecah ketika cita-citaku tak terkesampaian. Ingin rasanya kubangunkan ayah di alam kubur, namun seketika terngiang sebaris kata ayah yang selalu berulang menelusup ke telingaku sebelum beliau meninggal dunia “Nak, Kamu adalah anak sulung, tanggung jawabmu menjaga bunda dan mendidik adik-adikmu,  kamu harus mengikhlaskan kepergian ayah. Ayah yakin insyaallah kalian akan menjadi anak sukses dunia dan akhirat. Kuncinya adalah senantiasa beribadah, jujur, dan jangan mudah putus asa. Kamu pasti bisa!” 
 Setiap kuingat kata-kata itu, semakin berat beban yang kurasakan, terlebih, urutanku sebagai sulung dari delapan bersaudara.  Tidak mudah bagiku sebagai anak sulung. Kurasakan beban ibuku yang semakin menjadi. Kulihat begitu berat beban yang harus dipikul bunda menjadi wanita  “single parent” karena beliau tidak mempunyai pekerjaan, namun beliau selalu tabah. Di pertiga malam ia bermunajat kepada Sang Khalik seraya memohon kesuksesan putra-putrinya. Sedikit demi sedikit aku belajar dari ketegaran bunda menghadapi hidup. Aku sangat menyayanginya. Aku tak ingin bunda pusing hanya sekadar persoalan finansial keluarga. Aku tak ingin bundaku sakit dan harus kehilangan dua orang yang sangat kucintai yaitu ayah dan bunda. Tiada pernah putus doaku agar bunda diberi kesehatan lahir dan batin hingga melihat anak-anaknya sukses. Atas dasar itulah kucoba merintis usaha kecil-kecilan. Bunda dan adik-adikku sangat antusias membantu usahaku. Semua keuntungan yang kudapatkan semuanya kupersembahkan untuk bunda dan biaya sekolah adik-adik.
Pucuk dicinta ulam tiba. Sekitar tiga bulan kutekuni usahaku, sekalipun kemampuan bahasa Inggris yang kumiliki masih terbilang pas-pasan, aku ditawar mengajar bahasa Inggris pada program Children’s Court di Yayasan Pendidikan Fitriah Soreang Pangkep. Seiring waktu, Yayasan tempatku mengabdi  membuka Kelas Paket B bekerja sama dengan Dinas Pendidikan Kabupaten Pangkep dibina oleh Ibu Nurhayati Laode (Pengawas Pendidikan Luar Sekolah). Program ini diperuntukkan bagi masyarakat kurang mampu. Aku diajak bergabung menjadi guru pamong. Kesempatan ini tak kusia-siakan. Menurutku dengan mengabdi pada program ini, setidaknya kudapat menyumbangkan pikiran dan tenaga, mengingat kemampuan berbagai materi kepada sesama masih minim.  Program ini adalah lahan pahala bila kita ikhlas menunaikannya. Mengabdi pada program ini memiliki suka dan duka. Aku sangat teringat ketika kami harus memberikan motivasi kepada peserta didik,  karena umumnya tidak yakin bahwa kelak memiliki ijazah SMP. Tiada hentinya kami memberi motivasi untuk membangkitkan kepercayaan diri. Mereka terkadang malu karena sering diejek oleh masyarakat sekitar. Maklumlah pesertanya rata-rata pengangguran. Di antara mereka ada yang seumur denganku.  Belum lagi tantangan dari para orang tua. Mereka lebih menginginkan anaknya membantu di sawah daripada sekolah.
Walau terasa semanis gula, tak bakal langsung kureguknya, meski sepahit empedu tidak pula buru-buru kumuntahkannya. Pujian, tantangan demi tantangan kami hadapi dengan sabar dan tak mengenal putus asa. Sanjungan dari berbagai pihak tak membuat kami angkuh. Demikian pula pahitnya medan tak membuatku patah semangat. Mengajar beberapa bidang studi membuatku semakin giat belajar. Honor guru pamong sebesar Rp 70.000, per bulan tidak mematahkan semangat dalam mengabdi untuk mencerdaskan anak bangsa. Pengalaman yang paling berkesan ketika aku mengunjunginya di sawah, tambak, dan di rumah melewati pematang sawah yang becek, ketika mereka tidak masuk sekolah. Mereka serasa telah menjadi bagian keluarga kami. Hal membuatku terharu dan bahagia ketika mereka akhirnya mengikuti Ujian Nasional (UN). Alhamdulillah dari 40 peserta dari awal akhirnya bertahan sampai 39 peserta mengikuti ujian dan dinyatakan lulus.  
Tak terasa tiga tahun aku mengabdi di Yayasan Fitriah, seorang kerabat bernama Ibu Nursiah, S.Pd. terangkat menjadi Kepala Sekolah di SD Kalibone. Semua administrasi kantornya  dirental di yayasan tempatku bekerja. Tak disangka ia bertemu dengan Kepala SMP Negeri 1 Pangkajene Bapak H.Mursalin. Beliau meminta diberi informasi jika mendapat tenaga operator komputer. Spontan Ibu Nursiah teringat akan sosok diriku. Sore harinya beliau langsung menemuiku dan menyampaikan kabar tersebut. Kabar gembira tersebut tidak langsung kuterima, tetapi kukonsultasikan dulu kepada Ibu Hasnah, S.Pd, selaku  ketua yayasan  tempatku bekerja, sekalipun ia adalah tanteku sendiri. Ia setuju kalau aku bekerja di sekolah karena mengajar kursus dapat dilaksanakan di sore hari.  Keesokan harinya aku diajak menghadap Pak Mursalim di kediamannya. Setelah bersalaman beliau menyampaikan bahwa tenaga yang dibutuhkan ternyata bukan operator komputer, melainkan  guru komputer karena di SMP Negeri 1 Pangkajene terdapat mata pelajaran muatan lokal komputer. Kebetulan dua guru komputer yang mengajar di sekolahnya mengundurkan diri. Beliau langsung menerimaku tanpa membawa surat lamaran kerja dan diharapkan mulai bekerja besok.
Setelah memohon restu bunda, kulangkahkan kaki menuju SMP Negeri 1 Pangkajene dengan mengucapkan bismillah. Hatiku  bahagia karena dengan mengajar di sekolah ini itu berarti aku kembali mengabdi ke almamaterku. Di sisi lain jantungku berdenyut kencang karena merupakan pengalaman pertamaku mengajar di SMP. Hari kedua aku pun diminta mulai mengajar, ternyata aku harus mengajar 34 jam pelajaran karena kelas VII s.d. IX dipercayakan kepada diriku. Hari demi hari kulalui, guru, staf, dan peserta didik sangat bersahabat denganku. Di selah waktu kosong atau istirahat beberapa staf dan guru bergabung belajar komputer di laboratorium, bahkan peserta didik  rela membersihkan laboratorium asalkan mereka masuk belajar komputer.
Entah mengapa suatu waktu aku seketika ingin mengundurkan diri mengajar di sekolah. Entah mengapa aku menjadi manusia yang sangat perhitungan. Aku merasa penghasilanku menerima ketikan di yayasan jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan penghasilan mengajar di sekolah. Kucoba membicarakan keinginan mundur kepada Pak Saleh, S.Pd. dan guruku Pak Jafar, S.Pd. Beliau menasihatiku untuk bertahan seraya berkata “Nak, sekolahmu sangat membutukanmu. Nak, pada dirimu terdapat bakat guru, peserta didik  senang diajar olehmu. Coba Nak jika kamu menjadi guru, betapa bahagianya jika kamu ke pasar terdengar suara memanggilmu, Ibu…, Ibu.” Ujaran itu membuat hatiku tersentuh, air mata menetes membasahi pipi. Perasaan haru, bahagia berkecamuk di hati. Keesokan harinya kepala sekolah meminta aku menghadap. Ternyata Pak Jafar telah menyampaikan keinginanku mengundurkan diri kepadanya. Setelah mempersilahkan aku duduk beliau memohon agar tetap mengajar. Sambil berkata “Bu, kami sangat membutuhkan Ibu.” Tak kusangka ternyata beliau selalu mengamatiku mengajar. Setelah aku keluar kelas atau peserta didik keluar dari laboratorium ia mewawancarainya tentang bagaimana cara penyajian materiku.
Setelah aku menerima nasihat, baik dari guruku maupun kepala sekolah kutetapkan hati  bertahan mengabdi di SMP Negeri 1 Pangkajene. Suatu  hari Pak Jafar kembali menasihatiku “Nak, kuliah saja di STKIP Maros, tidak usah lanjutkan kuliahmu di fakultas hukum karena pada dirimu terdapat talenta pendidik. Selain itu kalau kamu kuliah di sana kamu masih boleh tetap kerja karena kuliahnya di sore hari.” Pertimbangan beliau  berterima di pikiranku. Sedikit demi sedikit aku menabung penghasilan. Aku tak berani melanjutkan kuliah jika tak mempunyai persiapan awal. Jujur aku takut gagal kedua kalinya. Alhamdulillah setelah mempunyai modal awal akhirnya aku mendaftar kuliah kembali dengan memilih jurusan Pendidikan Bahasa dan sastra Indonesia. Di pagi hari aku mengajar dan di sore hari aku kuliah. Semakin hari kurasakan betapa nikmatnya menjadi pendidik. Mengajar dengan guru yang pernah mendidik aku ketika sekolah adalah pengalaman yang paling berharga. Di sini aku belajar tentang sosok guru. Ternyata seorang guru selalu memperhatikan kesuksesan peserta didiknya, kapan dan dimanapun ia berada.
Enam bulan aku mengabdi di SMP Negeri 1 Pangkajene. Tepat di sore hari, sepuluh orang alumni SD Negeri 52 Kampung Pagang berkunjung ke rumah. Namanya Firmansyah, Rukmana, Darisah, Narti, Hamidah, Alwi, Faridah, Nurjannah, Fatmawati, dan Khairunnisa. Mereka menceritakan tentang masalah yang dihadapinya. Sambil tertunduk  sedih salah seorang di antara mereka berkata “Bu, bagaimana dengan nasib kami setelah tamat SD  jadi pengangguran karena orang tua  tidak mampu membiayai pendidikan kami.” Mendengar curahan hatinya, hatiku pilu seakan disayat sembilu. Aku teringat akan peristiwa yang pernah menimpa diriku. Aku teringat saat dimana kugagal meraih impian menjadi seorang praktisi hukum karena persoalan materi. Mereka berkeinginan aku membuka Paket B. Sembari menatap wajah lugunya, tiba-tiba kuteringat bahwa SMP Negeri 1 Pangkajene mempunyai SMP Terbuka. Di benakku berdoa ”Ya Allah semoga kudapat membantu mereka dengan mendaftarnya di SMP Terbuka.” Di akhir perbincangan aku menasihatinya jika kelak kutemukan solusi, mereka harus serius belajar dan tidak mesti dicari di rumahnya. Mereka spontan menjawab “Kami akan serius belajar Bu.”
Tiba di SMP Negeri 1 Pangkajene, kucoba mencari informasi tentang prosedur membuka Tempat Kegiatan Belajar (TKB). Ibu Mirah (Pengelolah SMP Terbuka SMP Negeri 1 Pangkajene) memberikan solusi untuk bergabung dengan TKB Kabba tetapi tempat belajarnya boleh di kampungku. Betapa bahagianya mereka  mendengar informasi tersebut. Mereka dengan antusias menyampaikan kepada saya kalau di Kampung Bonto Jai dan Maleleng terdapat anak putus sekolah. Kami pun berkunjung ke rumah anak tersebut dan mengajaknya bergabung ke TKB. Alhamdulillah mereka bersedia bergabung sekalipun jarak rumahnya dari TKB sekitar 2 km. Akhirnya jumlah bertambah menjadi lima belas orang.  Melihat antusias mereka, aku sangat semangat mencari  Modul SMP Terbuka di Perpustakaan. Betapa bersyukurnya lagi ternyata Bapak Sirajuddin Maezar (Ketua RW Kampung Pagang) bersedia  membantu mengajar di TKB jika aku bertugas di yayasan. Setelah kuusulkan ke sekolah induk ia diterima bergabung.
Langkah awal mereka belajar di ruang tamu. Dinding kamar dijadikan sebagai papan tulis. Langkah selanjutnya aku menghadap Kepala SD Negeri 52 Pagang, seraya memohon penggunaan satu ruangan kelas untuk belajar di sore hari. Permintaan kami langsung diterima dan akhirnya proses belajar-mengajar berlangsung di sekolah. Betapa antusiasnya mereka belajar. Ketika aku belum hadir di TKB mereka mengerjakan sendiri modulnya. Bahkan ketua kelasnya bernama Firmansyah duduk di meja guru menjadi tutor sebaya. Keseriusannya menjadikan aku semakin semangat.  Panas terik tak menjadi penghalang bagiku berjalan kaki berkilo-kilo meter dari Kampung Maleleng menuju Kampung Pagang ketika aku pulang mengajar dari SMP Negeri 1 Pangkajene. Niatku hanya satu yaitu ingin melihat mereka tumbuh menjadi anak yang berpendidikan. Aku berniat mereka memiliki pengetahuan sama dengan sekolah regular. Untuk itu mereka belajar selama enam hari dalam sepekan. Tiga hari aku yang bimbing dan tiga hari selebihnya dibimbing oleh Pak Sirajuddin. Kostum yang dipakai pun seragam sekolah SMP. Kebetulan di sekolahku peserta didik yang tamat menyumbangkan pakaian seragamnya. Seragam itu kusalurkan  kepadanya.
Kehadiran peserta didik SMP Terbuka di kampung menarik perhatiaan warga. Di satu sisi banyak yang salut terhadap mereka, namun di sisi lain terdapat pula beberapa peserta didik sekolah regular seakan memandang mereka seolah-olah berada di bawahnya. Bahkan saat belajar banyak  warga kampung datang melihatnya dan bermain di luar. Aku takut jangan sampai sarana di pekarangan sekolah rusak dan yang tertuduh peserta didikku. Atas dasar itulah aku menghadap kepala sekolah dan menyampaikan terima kasih dan keinginan memindahkan TKB ke kolom rumahku. Perpindahan peserta didik ke kolom rumah sempat memutar otakku,  pasalnya di kolom rumah belum ada meja, kursi, dan papan tulis. Selanjutnya kucoba  meminta bantuan dari keluarga. Alhamdulillah mereka merespon dengan memberi sumbangan. Dalam jangka waktu seminggu bahan yang dibutuhkan sudah tersedia. Para orang tua peserta didik pun bergotong- royong membuat kursi, meja, dan papan tulis. Bundaku tercinta dengan antusias menyuguhkan hidangan konsumsi buat mereka. Sungguh kepuasan batin kudapatkan dalam aktivitas ini.
Ruang TKB kutata seperti kelas. Sisa kayu dibuat tiang bendera, meja belajarku waktu sekolah kujadikan meja guru, lemari yang tidak dimanfaatkan lagi di rumah kujadikan lemari kelas. Di atas papan tulis terpajang rapi gambar garuda pancasila, gambar presiden dan wakil presiden. Selain itu di samping kelas terpajang foto menteri-menteri dan gambar pahlawan. Di luar TKB dihiasi bunga. Peserta didik secara bergiliran membersihkan TKB. Setiap kuterima honor guru pamong kubenahi sedikit demi sarana dan prasarna TKB. Kondisi ini ternyata masih mengundang perhatian warga sembari melihatnya dari luar pagar. Suatu hari mereka sedang belajar bahasa Inggris. Sementara itu di luar pagar terdapat banyak peserta didik SMP regular. Kucaba menanyakan struktur tense Simple Present Tense kepadanya, tetapi mereka tak mampu menjawab. Selanjutnya pertanyaan yang sama kuajukan kepada peserta didik SMP Terbuka, ternyata umumnya mampu menjawab. Di sinilah saya memberikan motivasi bahwa inilah bukti bahwa dimanapun kalian belajar kalau bersungguh-sungguh pasti bisa. Dengan melihat kenyataan ini akhirnya beberapa peserta regular ikut bergabung. Kalau pagi ke madrasah, dan sore harinya ke TKB. Hal ini kulaporkan ke induk dan menurut Bapak Muchtar Abdullah, S.Sos (Kepala Sekolah SMP Negeri 1 Pangkajene) merangkap Kepala SMP Terbuka, peserta didik tersebut didaftar saja karena di madrasah dia sudah kelas VIII sedangkan di TKB mereka kelas VII jadi ujiannya tidak bersamaan. Menurut Pak Saleh, S.Pd., (guru bina) mahasiswa saja boleh kuliah di beberapa tempat. Apalagi mereka belajarnya beda waktu. Lagi pula mereka benar-benar serius belajar.
Antusis peserta didik belajar semakin bertambah dengan kehadiran kepala sekolah dan  guru bina dari SMP Negeri 1 Pangkajene di TKB. Dua kali dalam sepekan mereka kubelajarkan komputer di sekolah binaan karena kebetulan saya adalah guru komputer di sekolah ini. Momen inilah yang mereka nanti-nantikan karena selain belajar komputer, guru bina lainnya memanfaatkan kesempatan ini mengajar mereka. Kebahagiaan mereka semakin bertambah dengan kehadiran pengelolah TKB membagikan beasiswa. Pemandangan membuatku tersipu-sipu ternyata setelah menerima beasiswa mereka serombongan ke pasar berbelanja dan keesokan harinya  semuanya serba baru. Seragam sekolah, tas, dan sepatunya serba baru. Hal yang paling berkesan adalah dengan kehadiran TKB  kampungku dikunjungi pejabat Kemendiknas karena setiap ada kunjungan mereka diantar ke TKB karena peserta didiknya aktif dan setiap hari belajar. Setiap kegiatan cerdas cermat di   tingkat provinsi, salah  peserta didikku bernama Firmansyah terpilih menjadi peserta.  Ia sangat bahagia karena selain berlomba, momen ini adalah untuk pertama kali menginap di hotel bersama guru binanya yaitu Bapak Baso Wahab, S.Pd.,M.Pd.
Seiring berjalannya waktu, tak terasa tiga tahun aktivitas pembelajaran di TKB berlangsung, tibalah saat ujian nasional. Mereka mengikuti  ujian nasional di SMP Negeri 1 Pangkajene dan alhamdulillah 100% dinyatakan lulus. Tak terasa air mataku menetes saat mengetahui bahwa mereka melanjutkan pendidikannya ke Sekolah Menengah Atas (SMA) karena waktu itu, Bupati Pangkajene dan Kepulauan Bapak Ir. Syafruddun Nur, M.Si. mencanangkan program pendidikan gratis. Setelah lulus SMA beberapa di antaranya melanjutkan kuliah pada perguruan tinggi. Selebihnya telah bekerja. Terima kasih ya Allah cita-citaku menjadikan mereka menjadi insan yang bermanfaat Engkau kabulkan.
Bertepatan dengan penamatan peserta didik SMP  di TKB, secara kebetulan Yayasan Pendidikan Semen Tonasa membutuhkan tenaga pengajar bahasa Inggris di SD Tonasa I. Aku diajak bergabung. Aku bersedia asalkan masih bisa mengajar di SMP Negeri 1 Pangkajene. Kusangat bersyukur karena ternyata adik temanku membutuhkan tempat honor dan ia juga mampu mengajar komputer. Atas dasar itulah aku mencoba mengomunikasikan hal tersebut kepada kepala sekolah. Beliau mengizinkanku mengajar di Tonasa dengan ketentuan tidak melepaskan jamku. Singkat cerita aku resmi menjadi tenaga pendidik YKSTI. Empat hari aku mengajar di Tonasa dan dua hari mengajar di SMP Negeri 1 Pangkajene. Dengan status baru ini, alhamdulillah rezeki Allah semakin mengalir dan mampu meringankan beban bunda. Selain itu mampu membiayai kuliah di STKIP Maros. Suatu perjuangan yang luar biasa sembari mencari nafkah juga menuntut ilmu. Nyaris aku tak pernah istirahat di siang hari karena pulang dari sekolah langsung ke kampus. kalau tidak ada jadwal kuliah kumanfaatkan untuk belajar dan mengajar di yayasan. Alhamdulillah berkat rahmat Allah lewat doa bunda tercinta, semuanya dapat kulalui dengan ketabahan hati. Di perjalanan pulang dari sekolah ke kampus tak henti-henti kuberdoa di atas pete-pete “Ya Allah berikanlah hikmah dan kesuksesan di balik perjuanganku ini. Izinkan aku dan adik-adik membahagiakan bunda dan almarhum ayah.”
Allah Maha Mendengar dan Maha Pengasih. Doa kami dikabulkan oleh-Nya. Tepat sebulan sebelum aku ujian meja, aku terangkat menjadi PNS. Demikian pula setahun sebelumnya, adikku juga terangkat menjadi PNS di Kota Tarakan. Seiring waktu kuterpilih menjadi wisudawan terbaik dari empat jurusan yang ada di kampusku dengan predikat Sangat Terpuji. Menuju tempat wisuda air mata tak dapat kubendung. Aku membayangkan betapa bahagianya almarhum ayah jika dapat menyaksikanku. Kebetulan aku didaulat menyampaikan pesan dan kesan. Di akhir pesan dan kesan, sembari meneteskan air mata kuucapkan “Jika aku meninggalkan tempat ini, kemudian ada orang yang bertanya, siapakah yang paling berjasa dalam hidupmu, maka akan kujawab kedua orang tuaku dan guruku”
Tepat tanggal 1 Januari 2007. SK Pengangkatan pertama kuterima. Aku terangkat bukan sebagai guru, tetapi staf di SMA Negeri 1 Pangkajene karena ketika mendaftar CPNS aku belum selesai. Setahun aku mengabdi di SMA Negeri 1 Pangkajene. Bupati Pangkajene dan Kepulauan mendirikan SMA Negeri 2 Pangkajene. Beberapa guru dan staf dimutasi ke sekolah ini, termasuk diriku.  Beberapa tahun profesi staf kutunaikan terdapat kebijakan pemerintah bahwa pegawai yang bertitel sarjana pendidikan dapat dialihkan menjadi guru dengan ketentuan mengikuti ujian penyesuaian. Kesempatan ini tak kusia-siakan dan kebetulan Kotamadya Pare-Pare melaksanakan ujian tersebut. Singkat cerita tepat pada tanggal 1 April 2013 Bupati Pangkajene dan Kepulauan Bapak H. Syamsuddin A.Hamid, SE. mengalihkan statusku dari staf menjadi guru Bahasa Indonesia di SMA Negeri 2 Pangkajene.
Kerinduan mendidik kini terobati dengan peralihan status diriku menjadi tenaga pendidik. Tak pernah terlupakan olehku ketulusan hati teman sejawat menyerahkan sebagian jam yang diampuh kepadaku. Bukan hanya itu, mereka adalah tempatku belajar dan berkonsultasi. Mengajar di SMA Negeri 2 Pangkajene semakin menantang diriku untuk senantiasa belajar, bahkan harus meluangkan waktu hingga sore hari, terkadang di malam hari demi membimbing peserta didik sekalipun tak mendapat honor tambahan. Kepuasaan batin yang kurasakan melebihi materi jika melihat antusias peserta didik, apatah lagi jika mereka meraih juara. Pengalaman yang paling berharga kudapatkan selama mengabdi di SMA Negeri 2 Pangkajene adalah keikhlasan dan kekompakan para pendidik, tenaga kependidikan, dan peserta didik. Masih teringat olehku ketika sekolah ini pertama kali dioperasikan pada tahun 2009, kami terkadang berprofesi sebagai kulih bangunan  karena sekolah yang kami huni adalah kantor bupati lama. Puing-puing bebatuan berserakan dimana-mana. Ronsokan bangunan memenuhi ruangan sehingga kami harus mendorongnya keluar. Aku sangat kagum dengan sosok kepala sekolah Bapak Firdaus A.Noor, S.Pd.,M.Si., tanpa mengucapkan sepatah kata pun ia  menjadi aktor utama aktivitas kerja bakti tersebut. Selain itu kami secara bergiliran berjaga malam, bahkan menjadi juru masak, meninggalkan keluarga demi mendampingi peserta didik di asrama.  Dekat dengan peserta didik di sekolah ini membuat aku banyak mendapatkan pengalaman yang berharga. Kuamati sosok peserta didik yang notabene berasal dari keluarga yang terbilang berada dan terpandang, namun ia tumbuh menjadi sosok yang sederhana, disiplin, dan santun.
Berkat keikhlasan dan kerja sama seluruh stakeholder, kesuksesan dapat kami raih  sedikit demi sedikit mulai dari event kabupaten hingga nasional, bahkan internasional. Bukan hanya peserta didik, tetapi para pendidiknya juga. Pengalaman yang paling berharga bagiku ketika diundang mengikuti pelatihan instruktur nasional untuk program Guru Pembelajar berdasarkan perolehan nilai UKG 2016. Aku tak pernah menyangka, bahkan membayangkan  pun tak pernah menjadi mentor dan fasilitator guru pembelajar berlatar belakang pendidikan doktor alumni luar negeri, berprofesi sebagai kepala sekolah, dan guru-guru hebat. Aku merasa sebagai pendatang baru di dunia pendidikan bahasa masih memiliki banyak kekurangan dan masih terus belajar. Semua ini kugapai berkat rahmat Allah swt. lewat doa bunda. Pengalaman berharga lainnya adalah ketika mendapat undangan menjadi finalis lomba menulis artikel tingkat nasional. Kupilih judul “Budaya Literasi Menjadi  Inspirasi Cerdas Kreativitas Menulis Peserta Didik SMA Negeri 2 Pangkajene” Subhanallah bagai mimpi, setelah berlaga di Jakarta Timur dengan 20 finalis guru SMA se-Indonesia, alhamdulillah kuterpilih menjadi 10 finalis dan ditampilkan kembali  mempresentasikan karya kami menjelang peringan Hari Guru pada tanggal 26 November 2016 di SICC Sentul, Bogor-Jawa Barat. Aku tak pernah menyangka bertemu dengan presiden RI Bapak Ir. Joko Widodo, pejabat teras lainnya, serta para pemenang guru berprestasi tahun 2016.
 Masih teringat olehku betapa bahagianya bunda ketika aku lolos. Sambil meneteskan air mata beliau memeluk tubuhku. Hadiah yang kudapatkan kupersembahkan untuknya. Tak kusangkah prestasi ini adalah persembahan terakhirku untuk bunda di masa hidupnya. Sebulan setelah aku pulang  dari simposium guru, beliau berpulang ke rahmatullah. Sungguh aku merasa sangat kehilangan sosok bunda yang kokoh bagai karang, ikhlas mendidik buah hatinya tanpa pamrih, namun melihat perjalanannya ketika sakratulmaut kami sangat mengikhlaskannya. Kematiannya tepat saat dimana beliau terbiasa bangun menunaikan shalat tahajud. Beliau meninggalkan kami dalam keadaan berwudu dan tertutup auratnya tepat pada hari Jumat, tanggal 30 Desember 2016. Menjelang kematiannya tak henti-hentinya mengucapkan syahadat, zikir,  mengucapkan lafal al quran, dan masih mengikatkan kami untuk senantiasa bersedekah kepada sesama. Betapa bahagianya hatiku karena di saat jasad bunda berada di masjid yang bertindak sebagai khatib adalah adikkku. Demikian pula yang menjadi imam ketika shalat jenasa adalah adik bungsuku. Kematian bunda merupakan dakwa bagi putra-putrinya. Ternyata khusnul khatimah dapat digapai jika kita telah menanam pahala sebelumnya sebagaimana kata pepatah “Siapa yang menanam, dia yang akan menunai”
Terima kasih ya Allah, Engkau memanggil ayah  di saat kami  membutuhkan biaya pendidikan. Dengan mujizatmu Engkau memanggil bunda di saat kami telah berhasil dan menikah, terkhusus lagi putra bungsunya telah menamatkan hafalan Al quran 30 juz. Semoga segala amalan yang dilakukan putra-putrimu menjadi amal jariah untukmu  ayah dan bundaku tercinta di sisi-Nya, amin.  
Kegagalan merupakan pelajaran berharga bagiku. Pengalaman hidup mengajariku bahwa mengalah bukan berarti kalah, sesuatu yang menurut kita baik, belum tentu terbaik bagi Allah. Awalnya kuanggap praktisi hukum adalah profesi yang sesuai denganku, namun Allah Maha Tahu, ternyata profesi guru adalah panggilan hidupku. Sosok bunda dan guru adalah inspirasi hidup bagiku. Bunda adalah pilar bagi keluarga. Di tengah kelembutannya ada hati sekuat baja dan cinta sebesar dunia. Guru adalah sebuah ujung tombak keberhasilan dalam sebuah pendidikan. Sekalipun engkau disanjung dengan kalimat ‘pahlawan tanpa jasa’ namun bagiku sosokmu adalah pahlawan yang paling berjasa dalam hidupku.